CORAK PENAFSIRAN AL-QUR'AN
BAB I
PENDAHULUAN
Tafsîr sebagai usaha memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat suci al-Qur’an telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai hasil karya umat manusia (umat Islam). Terjadinya keanekaragaman dalam corak penafsiran adalah hal yang tak terhindarkan. Berbagai faktor dapat menimbulkan keberagaman ini, misalnya perbedaan kecenderungan, interest, motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalamam dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi, dan lain sebagainya. Semua itu menimbulkan berbagai corak penafsiran yang kemudian berkembang menjadi aliran tafsîr yang bermacam-macam lengkap dengan metodenya sendiri-sendiri.
Tulisan ini bermaksud menguraikan tentang beberapa corak tafsîr yang ada hingga sekarang ini dan masih digunakan dalam kehidupan kita beserta perinciannya.
BAB II
CORAK PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Secara umum corak tafsîr yang berkembang sampai saat ini ada empat, yaitu sebagai berikut:
A. Tafsîr Tahlîlî
Tafsîr tahlîlî ialah mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushâf Uthmânî. Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz menjelaskan apa yang dapat di-istinbath-kan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu ia merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadîth-hadîth Rasulullah SAW dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.
Para ulama membagi wujud tafsîr al-Qur’an dengan metode tahlîlî kepada tujuh macam, yaitu:
1. Tafsîr bi al-Ma’thûr
Tafsîr bi al-ma’thûr adalah tafsîr al-Qur’an dengan riwayat-riwayat dan athar-athar yang dipandang muhâsabah bagi ayat, baik riwayat itu marfû’, mauqûf, maqtû’, maupun hanya berita-berita yang diterima dari orang-orang Israil. Contoh tafsîr ini adalah Tafsîr Ibn Jarîr al-Tabârî dan Tafsîr Ibn Kathîr.
2. Tafsîr bi al-Ra’yi
Tafsîr bi al-ra’yi adalah penafsiran Al-Qur’an dengan upaya ijtihad. Tafsîr jenis ini ada yang ditolak dan ada yang diterima, tergantung dari kualitas penafsirannya, apakah memenuhi persyaratan yang dikemukakan ulama tafsîr atau tidak. Jika memenuhi, maka tafsîr ini dapat diterima. Di antara tafsîr ini adalah kitab Madârik tanzîl wa Haqâiq al-Ta’wîl karangan al-Ustâdz Mahmûd al-Nasâfî.
3. Tafsîr Sûfî
Tafsîr sûfî adalah penafsiran yang dilakukan para sûfî yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sûfî dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf. Di antara kitab tafsîr sûfî adalah kitab Tafsîr al-Qur’an al-‘Azîm, karangan Imâm al-Tustûrî.
4. Tafsîr Fiqh
Tafsîr fiqh adalah penafsiran ayat al-Qur’an yang dilalukan (tokoh) suatu madhhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madhhabnya. Tafsîr fiqh banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh karangan imam-imam dari berbagai madhhab seperti kitab Ahkâm al-Qur’an karangan al-Jassâs.
5. Tafsîr Falsafati
Tafsîr falsafati adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab tafsîr falsafati adalah Mafâtih al-Ghaib yang dikarang al-Fakhr ar-Râzî. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli filsafat keutuhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu kalam dan simantik (logika).
6. Tafsîr ‘Ilmî
Tafsîr ‘ilmî adalah penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur’an dengan mengaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Di antara kitab tafsîr ‘ilmî adalah kitab al-Islâm Yata’addâ karangan al-‘Allâmah Wâhid al-Dîn Khan.
7. Tafsîr Adâbî
Tafsîr adâbî adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan mengungkapkan segi balâghah al-Qur’an dan kemu’jizatannya, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju al-Qur’an, mengungkapkan hukum alam dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya. Di antara kitab tafsîr adâbî adalah kitab tafsîr al-Manâr karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
B. Tafsîr Ijmâlî
Tafsîr ijmâlî atau yang disebut dengan tafsîr global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlîlî karena itu sering kali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
Di antara contoh tafsîr ijmâlî adalah Tafsîr Jalâlain yang ditulis oleh Jalâl al-dîn al-Mahallî dan Jalâl al-dîn al-Suyûti. Jalâl al-dîn al-Mahallî memulai tafsirnya dari permulaan surat al-Kahfi sampai akhir al-Qur’an. Kemudian ia menafsirkan surat al-Fâtihah dan setelah selesai menyempurnakannya ia meninggal dunia. Sisanya dilanjutkan oleh Jalâl al-dîn al-Suyûti dengan menggunakan metodologi pengarang sebelumnya. Tafsîr ini mengandung banyak catatan dan ungkapan ringkas yang hampir sama dengan kebanyakan tafsîr lain.
C. Tafsîr Muqârin
Tafsîr muqârin adalah penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadîth baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat tertentu dari objek yang dibandingkan.
Kelebihan metode ini yaitu dapat mengetahui perkembangan corak tafsîr dari para ulama salaf sejak dulu sampai sekarang, sehingga menambah cakrawala berfikir, bahwa ternyata al-Qur’an dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan latar belakang dan pendidikan mufassir. Kekurangannya terletak pada sifatnya yang hanya membandingkan, sehingga pembahasan ayat kurang mendalam dan kurang analitis.
D. Tafsîr Maudû’î
Tafsîr maudû’î adalah tafsîr yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbâb al-nuzûl, kosa kata, dan sebagainya sebagaimana lazimnya tafsîr-tafsîr yang lain. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen dari al-Qur’an, al- hadîth, maupun pemikiran rasional. Contoh tafsîr ini adalah al-Insân fi al-Qur’an karangan Mahmûd al-‘Aqqâd, dan al-Ribâ fi al-Qur’an karya al-Maudûdî.
Berikut ini merupakan langkah-langkah penerangan metode maudû’î, yaitu:
1. Memilih tema.
2. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berkaitan dengannya.
3. Menentukan urutan-urutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan asbâb al-nuzul-nya.
4. Menjelaskan munâsabah (relevansi) antar ayat-ayat.
5. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi dan tema kajian.
6. Mengemukakan hadîth-hadîth yang berkaitan dengan tema, lalu di-takhrîj untuk diterangkan derajat hadîth-hadîth tersebut.
7. Merujuk kepada kalam Arab dan syair-syair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.
8. Kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dilakukan secara maudû’î terhadap segala segi kandungannya, yaitu lafadz âm, khâs, muqayyad, mutlaq, syarat, jawâb, hukum-hukum fiqh, nâsikh dan mansûkh, jika ada unsur balâghah dan i’jâz berusaha memadukan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan hadîth yang tidak sejalan dengannya atau dengan teori-teori ilmiah, menolak kesamaran-kesamaran yang sengaja ditaburkan oleh lawan Islam, menyebutkan penjelasan berbagai qirâ’ât, menerangkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan kemasyarakatan dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju tema kajian.
BAB III
KESIMPULAN
Corak tafsir yang berkembang sampai saat ini ada empat, yaitu sebagai berikut:
1. Tafsîr Tahlîlî, yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushâf Uthmânî. Tafsir ini dibagi menjadi 7 yaitu:
a. Tafsîr bi al-Ma’thûr
b. Tafsîr bi al-Ra’yi
c. Tafsîr Sûfî
d. Tafsîr Fiqh
e. Tafsîr Falsafati
f. Tafsîr ‘Ilmî
g. Tafsîr Adâbî
2. Tafsîr ijmâlî atau yang disebut dengan tafsîr global, yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global.
3. Tafsîr muqârin, yaitu penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadîth baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat tertentu dari objek yang dibandingkan.
4. Tafsîr maudû’î, yaitu tafsîr yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Arid, ‘Alî Hasan. Târîkh ‘Ilm al-Tafsîr wa Manâhij al-Mufassirîn, terj. Ahmad Akram. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Al-Munawar, Said Agil Husin. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press, 2003.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas al-Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Nurhakim, Moh. Metodologi Studi Islam. Malang: UMM Press, 2005.
PENDAHULUAN
Tafsîr sebagai usaha memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat suci al-Qur’an telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai hasil karya umat manusia (umat Islam). Terjadinya keanekaragaman dalam corak penafsiran adalah hal yang tak terhindarkan. Berbagai faktor dapat menimbulkan keberagaman ini, misalnya perbedaan kecenderungan, interest, motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalamam dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi, dan lain sebagainya. Semua itu menimbulkan berbagai corak penafsiran yang kemudian berkembang menjadi aliran tafsîr yang bermacam-macam lengkap dengan metodenya sendiri-sendiri.
Tulisan ini bermaksud menguraikan tentang beberapa corak tafsîr yang ada hingga sekarang ini dan masih digunakan dalam kehidupan kita beserta perinciannya.
BAB II
CORAK PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Secara umum corak tafsîr yang berkembang sampai saat ini ada empat, yaitu sebagai berikut:
A. Tafsîr Tahlîlî
Tafsîr tahlîlî ialah mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushâf Uthmânî. Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz menjelaskan apa yang dapat di-istinbath-kan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu ia merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadîth-hadîth Rasulullah SAW dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.
Para ulama membagi wujud tafsîr al-Qur’an dengan metode tahlîlî kepada tujuh macam, yaitu:
1. Tafsîr bi al-Ma’thûr
Tafsîr bi al-ma’thûr adalah tafsîr al-Qur’an dengan riwayat-riwayat dan athar-athar yang dipandang muhâsabah bagi ayat, baik riwayat itu marfû’, mauqûf, maqtû’, maupun hanya berita-berita yang diterima dari orang-orang Israil. Contoh tafsîr ini adalah Tafsîr Ibn Jarîr al-Tabârî dan Tafsîr Ibn Kathîr.
2. Tafsîr bi al-Ra’yi
Tafsîr bi al-ra’yi adalah penafsiran Al-Qur’an dengan upaya ijtihad. Tafsîr jenis ini ada yang ditolak dan ada yang diterima, tergantung dari kualitas penafsirannya, apakah memenuhi persyaratan yang dikemukakan ulama tafsîr atau tidak. Jika memenuhi, maka tafsîr ini dapat diterima. Di antara tafsîr ini adalah kitab Madârik tanzîl wa Haqâiq al-Ta’wîl karangan al-Ustâdz Mahmûd al-Nasâfî.
3. Tafsîr Sûfî
Tafsîr sûfî adalah penafsiran yang dilakukan para sûfî yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sûfî dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf. Di antara kitab tafsîr sûfî adalah kitab Tafsîr al-Qur’an al-‘Azîm, karangan Imâm al-Tustûrî.
4. Tafsîr Fiqh
Tafsîr fiqh adalah penafsiran ayat al-Qur’an yang dilalukan (tokoh) suatu madhhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madhhabnya. Tafsîr fiqh banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh karangan imam-imam dari berbagai madhhab seperti kitab Ahkâm al-Qur’an karangan al-Jassâs.
5. Tafsîr Falsafati
Tafsîr falsafati adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab tafsîr falsafati adalah Mafâtih al-Ghaib yang dikarang al-Fakhr ar-Râzî. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli filsafat keutuhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu kalam dan simantik (logika).
6. Tafsîr ‘Ilmî
Tafsîr ‘ilmî adalah penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur’an dengan mengaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Di antara kitab tafsîr ‘ilmî adalah kitab al-Islâm Yata’addâ karangan al-‘Allâmah Wâhid al-Dîn Khan.
7. Tafsîr Adâbî
Tafsîr adâbî adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan mengungkapkan segi balâghah al-Qur’an dan kemu’jizatannya, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju al-Qur’an, mengungkapkan hukum alam dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya. Di antara kitab tafsîr adâbî adalah kitab tafsîr al-Manâr karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
B. Tafsîr Ijmâlî
Tafsîr ijmâlî atau yang disebut dengan tafsîr global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlîlî karena itu sering kali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
Di antara contoh tafsîr ijmâlî adalah Tafsîr Jalâlain yang ditulis oleh Jalâl al-dîn al-Mahallî dan Jalâl al-dîn al-Suyûti. Jalâl al-dîn al-Mahallî memulai tafsirnya dari permulaan surat al-Kahfi sampai akhir al-Qur’an. Kemudian ia menafsirkan surat al-Fâtihah dan setelah selesai menyempurnakannya ia meninggal dunia. Sisanya dilanjutkan oleh Jalâl al-dîn al-Suyûti dengan menggunakan metodologi pengarang sebelumnya. Tafsîr ini mengandung banyak catatan dan ungkapan ringkas yang hampir sama dengan kebanyakan tafsîr lain.
C. Tafsîr Muqârin
Tafsîr muqârin adalah penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadîth baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat tertentu dari objek yang dibandingkan.
Kelebihan metode ini yaitu dapat mengetahui perkembangan corak tafsîr dari para ulama salaf sejak dulu sampai sekarang, sehingga menambah cakrawala berfikir, bahwa ternyata al-Qur’an dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan latar belakang dan pendidikan mufassir. Kekurangannya terletak pada sifatnya yang hanya membandingkan, sehingga pembahasan ayat kurang mendalam dan kurang analitis.
D. Tafsîr Maudû’î
Tafsîr maudû’î adalah tafsîr yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbâb al-nuzûl, kosa kata, dan sebagainya sebagaimana lazimnya tafsîr-tafsîr yang lain. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen dari al-Qur’an, al- hadîth, maupun pemikiran rasional. Contoh tafsîr ini adalah al-Insân fi al-Qur’an karangan Mahmûd al-‘Aqqâd, dan al-Ribâ fi al-Qur’an karya al-Maudûdî.
Berikut ini merupakan langkah-langkah penerangan metode maudû’î, yaitu:
1. Memilih tema.
2. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berkaitan dengannya.
3. Menentukan urutan-urutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan asbâb al-nuzul-nya.
4. Menjelaskan munâsabah (relevansi) antar ayat-ayat.
5. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi dan tema kajian.
6. Mengemukakan hadîth-hadîth yang berkaitan dengan tema, lalu di-takhrîj untuk diterangkan derajat hadîth-hadîth tersebut.
7. Merujuk kepada kalam Arab dan syair-syair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.
8. Kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dilakukan secara maudû’î terhadap segala segi kandungannya, yaitu lafadz âm, khâs, muqayyad, mutlaq, syarat, jawâb, hukum-hukum fiqh, nâsikh dan mansûkh, jika ada unsur balâghah dan i’jâz berusaha memadukan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan hadîth yang tidak sejalan dengannya atau dengan teori-teori ilmiah, menolak kesamaran-kesamaran yang sengaja ditaburkan oleh lawan Islam, menyebutkan penjelasan berbagai qirâ’ât, menerangkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan kemasyarakatan dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju tema kajian.
BAB III
KESIMPULAN
Corak tafsir yang berkembang sampai saat ini ada empat, yaitu sebagai berikut:
1. Tafsîr Tahlîlî, yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushâf Uthmânî. Tafsir ini dibagi menjadi 7 yaitu:
a. Tafsîr bi al-Ma’thûr
b. Tafsîr bi al-Ra’yi
c. Tafsîr Sûfî
d. Tafsîr Fiqh
e. Tafsîr Falsafati
f. Tafsîr ‘Ilmî
g. Tafsîr Adâbî
2. Tafsîr ijmâlî atau yang disebut dengan tafsîr global, yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global.
3. Tafsîr muqârin, yaitu penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadîth baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat tertentu dari objek yang dibandingkan.
4. Tafsîr maudû’î, yaitu tafsîr yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Arid, ‘Alî Hasan. Târîkh ‘Ilm al-Tafsîr wa Manâhij al-Mufassirîn, terj. Ahmad Akram. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Al-Munawar, Said Agil Husin. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press, 2003.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas al-Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Nurhakim, Moh. Metodologi Studi Islam. Malang: UMM Press, 2005.
Read User's Comments (0)







